Kisah Hidup Bocah Kumal di Pedalaman, Orang Biasa dengan Mimpi Sederhana

bocah pedalaman sekolah

Yabdhi.comKisah Hidup Anak Kampung yang Lugu – Saya adalah orang dusun di pelosok Sumatera Selatan, lahir di Prabumulih dan lebih banyak menghabiskan masa kanak-kanak di daerah kebun bernama Talang Djimar dan Desa Sukaraja, Prabumulih.

Jika Sobat pernah ke pelosok Talang Djimar, Sumatera Selatan pada tahun 1980an, lalu menemukan bocah kumal di pinggir jalan, tidak berbaju, bercelana pendek, rambut keriting, hitam, kusut dan menatap dengan pandangan lugu atau ketakutan, mungkin itu adalah saya.

Bocah Pedalaman - Ilustrasi Mirroring Masa Kecil di Pelosok
Bocah Pedalaman – Ilustrasi Mirroring Masa Kecil di Pelosok

Sayangnya belum ada google streetview di zaman itu, jika sudah ada, mungkin saya akan tertangkap kamera drone google dalam kondisi itu.

Sekedar informasi, Talang Djimar adalah lokasi pengeboran minyak di Prabumulih yang sekarang milik Pertamina, yang namanya disematkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada abad ke-18, dari nama kakek buyut saya, yang lebih terkenal dengan sebutan ‘Puyang Djimar‘.

Urutan nasab saya ke Puyang Djimar bisa ditulisakan sebagai berikut: Yayan Abdhi bin Sukirman bin Cik Amit bin Mat Anang bin Djimar.

Saya adalah keturunan ke-4 dari Puyang Djimar, dari jalur utama Beliau yang mewarisi Rumah Pusaka-nya di Desa Sukaraja, Prabumulih. Sayangnya rumah pusaka tersebut telah di ganti menjadi rumah beton oleh Bapak saya sekitar tahun 1986.

Saya lahir dari keluarga petani miskin di tahun 1982, Bapak saya adalah sosok petani yang tekun, jujur, dan sangat mencintai keluarganya.

Dia adalah pekerja keras yang pandai bersyukur dan pandai menahan diri dari keinginan menikmati dunia, demi anak-anaknya agar bisa bersekolah dan terpenuhi kebutuhan makannya.

Dari 5 bersaudara, saya adalah anak ketiga. Saya lama melalui masa kecil di lingkungan anak-anak perempuan, karena selama 17 tahun saya menjadi anak lelaki satu-satunya di keluarga. Adik lelaki saya lahir ketika saya kelas 2 SMA.

Bocah Kampung - Mirroring para Keponakan dengan Masa Kecil Saya
Bocah Kampung – Mirroring para Keponakan dengan Masa Kecil Saya

Sehingga saya cukup akrab dengan permainan-permainan anak perempuan di usia pra-sekolah, seperti main masak-masakan, drama-dramaan, dan lain sebagainya. Setelah sekolah, barulah saya bermain bersama anak-anak lelaki.

Masa pra-sekolah, banyak saya habiskan di kebun bersama orang tua. Bermain di semak-semak mencari buah-buahan hutan, mengikuti ibu dan bapak yang menyadap karet, atau ikut bapak membolang mencari burung atau memancing ikan.

Masa Sekolah: “Krisis Cita-cita

Saya adalah salah satu dari banyak orang Indonesia yang mengalami apa yang guru saya sebut sebagai “Krisis Cita-cita“. Saya tidak tahu mau jadi apa hingga saya lulus SMA, bingung cengar-cengir jika ditanya guru dengan pertanyaan, ‘apa cita-citamu?

Karena sejak kecil kami tidak melihat contoh orang-orang yang luar biasa untuk dijadikan panutan dan diidamkan jalan hidupnya.

Semua cerita kepahlawanan hanyalah dongeng bagi kami, anak kampung pelosok yang lebih suka menghabiskan waktu berlumur lumpur di tepi sungai, ketimbang membaca biografi orang-orang hebat. Karena tidak ada buku-buku hebat yang bisa kami baca.

Kami tidak pula didoktrin untuk suka membaca. Sehingga literasi apa adanya. Selain itu juga, keterbatasan ekonomi yang membuat buku seperti barang yang terlalu elit untuk dibeli. Orang tua saya hanya bisa membelikan buku-buku komik bekas semisal komik petruk dan majalah Bobo bekas.

Minat membaca saya baru bisa tersalurkan ketika di SMP hingga SMA, namun keterbatasan literasi juga daya tahan dalam membaca yang rendah, membuat itu tak cukup untuk menghasilkan pola fikir yang baik sebagai bekal percepatan kedewasaan.

Alhasil, saya kebingungan saat lulus SMA. What next?? Akan kemana saya? Jika langsung memasuki dunia kerja, saya tidak punya keahlian apapun, selain menyadap karet karena sudah terbiasa melakukannya tiap akhir pekan.

Jika kuliah, apakah orang tua saya sanggup membiayai kuliah saya, karena katanya biasa kuliah itu tidak main-main mahalnya. Namun karena kuliah adalah kewajaran dari jenjang pendidikan setelah SMA, maka saya mengikuti jalur normal itu dengan ikut test UMPTN.

Prestasi di Sekolah

Saya adalah juara kelas saat SD, saya menyabet rangking satu di kelas 1 caturwulan ke-3, kelas 4 untuk seluruh caturwulan, dan pada kelas 6 SD. Selain itu saya selalu berada di rangkin 5 besar.

Foto Kenangan di Kelas-6 SD N 8 Prabumulih
Foto Kenangan di Kelas-6 SD N 8 Prabumulih

di SMP, nilai saya hancur-hancuran, karena lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain, membolang, seperti memancing ikan, berburu burung, dan bermain di kali bersama teman-teman. No time for learning.. all the time untuk bermain.

Saya baru tersadar kembali akan pentingnya belajar dan bisa menikmati proses belajar pada kelas 2 SMA, itu karena saya berhasil memaksa orang tua saya untuk membelikan kacamata.

Karena sejak kelas 2 SMP hingga kelas 1 SMA, saya mulai terkena rabun jauh yang menyebabkan saya tidak bisa melihat apa yang guru tuliskan di papan tulis. Alhasil saya tidak bisa mengerti tiap pelajaran.

Kacamata seolah membuka mata saya, bahwa ternyata pelajaran di sekolah itu mudah difahami. Lalu saya jadi bersemangat untuk memahami, menghafal dan mengingat semua pelajaran.

Alhasil, nilai saya membaik mulai caturwulan ke-2 di kelas 2 SMA, dengan berhasil mendapat rangking ke-5 dan ke-3. di Kelas 3 SMA, saya berhasil mendapatkan rangking ke-2.

Saya tidak tahu, apakah itu karena saya benar-benar anak yang pintar, atau hanya karena guru-guru terpesona melihat saya yang berkacamata, seolah-olah terlihat pintar.

Sehingga mereka menuliskan angka-angka yang besar di raport saya. Bahkan guru Matematika dan Bahasa Inggris memberi saya nilai 9. I didn’t believe that I was that good.

Ikut Test UMPTN

Saya menghabiskan masa kecil hingga remaja di Kota Prabumulih bahkan selama sekolah dari SD hingga SMA, saya tidak pernah jalan-jalan ke kota Provinsi, Palembang.

Di masa sangat kecil, saya pernah ingat samar-samar di bawa ke Palembang, karena saya mengalami sakit yang Rumah Sakit di Prabumulih tidak bisa mengobatinya. That’s it, setelah itu saya tidak pernah melihat kota besar, lebih banyak membolang ke hutan atau bermain berkubang lumpur di kali.

Mendaftar ujian masuk perguruan tinggi negeri, adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di Palembang di usia remaja. Saya nekat berangkat sendiri, walau masih lugu dan blank tidak tahu seperti apa kota Palembang pada tahun 2000.

Walau persiapan tes semua otodidak dengan belajar mengerjakan contoh-contoh soal-soal test UMPTN sembari membantu orang tua menyadap karet.

Saya sempat iri dengan teman-teman yang mengikuti berbagai program bimbingan belajar yang mahal semisal di Primagama. Namun apalah daya, Bapak saya bilang ‘Tidak Ada uang, itu untuk orang kaya, berusahalah sendiri!‘.

Saya sebenarnya merasa pesimis akan lulus, tapi juga sekaligus sangat berharap bisa lulus. Karena saya tidak tahu apa yang akan saya lalui selanjutnya jika tidak lulus di PTN.

Karena Bapak saya mengancam, jika tidak lulus di PTN, maka tidak ada cerita kuliah, karena PTS sangatlah mahal dan tidak mungkin bisa dibiayai oleh petani karet yang berpenghasilan pas-pasan.

Itu juga artinya saya hanya akan menjadi tukang sadap karet, melanjutkan pekerjaan Bapak. Semua nilai bagus di SD dan SMA akan menjadi kenangan tak berarti. Itu terdengar mengerikan bagi saya..

Drama Pengumuman Hasil UMPTN, Salah Satu Miracle dalam Kehidupan

Bapak saya mendengarkan pengumuman nama-nama calon Mahasiswa UNSRI di RRI Palembang yang mulai dibacakan mulai jam 12 malam di hari pengumuman. Namun hingga dini hari, dia tak mendengar nama saya disebut.

Saat bangun subuh, di bulan Agustus tahun 2000 yang saat itu musim kemarau, Bapak saya mengabari saya kalau saya tidak lulus, karena dia mengaku mendengar dari awal hingga selesai pengumuman itu, tidak ada nama saya disebut.

Saya lesu darah dan menangis saat sholat subuh. Dalam benak saya, terlintas fikiran bahwa ternyata orang kampung yang lusuh dan udik seperti saya memang nasibnya akan begini-begini saja.

Kembali ke kebun karet, berlumur bau busuk getah karet, jadi miskin karena nasib dan ketidakmampuan memperoleh pendidikan tinggi. Suram terbayang masa depan..

Setelah sholat subuh, seperti biasa di musim kemarau, saya harus mengangkut air dari sumur tetangga yang masih berisi, karena sumur kami telah kering kerontang. Dua ember air yang saya angkat terasa sangat berat, karena berkecamuknya fikiran saya. “Akan kemana masa depan saya arahkan selanjutnya?”

Saya adalah siswa yang cukup berprestasi dan dikenal guru-guru sebagai siswa yang cukup pintar. Alangkah malunya saya jika bertemu guru-guru itu, jika saya hanya mengais rejeki di hutan, tetap kumuh dan lusuh, serta tak menjadi apa-apa.

Saat mengangkat ember, saya bernazar, jika ternyata sebenarnya saya lulus di PTN tersebut, maka saya akan berpuasa 3 hari berturut-turut. Tapi dalam hati, saya berfikir itu adalah keajaiban luar biasa jika saya ternyata lulus.

Tapi saya masih punya satu kesempatan lagi, yaitu mengikuti test masuk Politeknik Negeri Sriwijaya untuk Diploma-3. Lalu saya meminta izin Bapak untuk mengikuti masuk poltek dan untuk itu, saya harus membeli koran untuk mencari pengumuman jadwal dan cara pendaftarannya.

Saya fikir sekalian juga, saya bisa melihat-lihat pengumuman hasil UMPTN di koran, setidaknya saya akan tahu siapa-siapa saja dari teman-teman saya yang lulus.

Setelah membeli koran, dengan muka lesu koran tersebut lansung saya lipat-lipat dan masukkan ke saku celana. Kemudian saya ke rumah teman bernama Mujahiddin (biasa dipanggil Menex) yang berada tak jauh dari loper koran tersebut.

Di sana saya lihat banyak teman-teman saya berkumpul, karena memang rumah teman tersebut sering menjadi base-camp tempat berkumpul. Setiba disana, semua teman-teman tersebut memberi ucapan selamat pada saya.

Ah kalian mengejek saya‘, tetap dengan muka lesu saya bertanya pada mereka, adakah di antara mereka yang mau mengikuti test di politeknik. Karena saya juga ingin mendaftar.

Seorang teman dekat saya, bernama Oktario lalu bertanya dengan kaget, ‘Kamu kenapa yan? Tidak puas dengan jurusan yang kamu lulus?

Maksud kamu?‘ saya bertanya balik dengan kebingungan. Lalu dia menjawab ‘Kamu kan lulus UMPTN!‘.

‘Benarkah?’ tanya saya sambil membuka koran yang sudah saya lipat setengah remuk di kantong celana.

Oktario memberitahu saya, kalau nama saya ada di pengumuman nama-nama calon mahasiswa UNSRI. ‘Lihat ini, namamu ada di pengumuman!

Saya kaget bukan kepalang, serasa tidak percaya setelah melihat nama saya ternyata ada di baris atas, nomor 7 dari atas pada daftar pengumuman tersebut. Lalu saya melompat-lompat kegirangan hingga lupa untuk melihat pada jurusan apa saya sebenarnya lulus.

Ternyata karena nama saya disebut pada urutan awal pengumuman di RRI, Bapak saya terlewat mendengarnya. Namun ternyata Uwak saya mendengar nama saya, namun dia tidak memberitahu saya di pagi hari karena mengira saya telah tahu.

Setelah saya lihat lagi, ternyata saya lulus untuk pilihan pertama, yaitu jurusan Teknik Kimia. Saya tak sabar segera ingin pulang ke rumah, mengabarkan hal itu pada Bapak dan Ibu saya.

Oktario yang juga lulus di jurusan FKIP Fisika mengantar saya pulang dengan motor vespa-nya. Saya merasa keajaiban telah terjadi, Allah menjawab doa saya dalam tangis kebingungan saat sholat subuh.

Drama pengumuman kelulusan tersebut menjadi salah satu kenangan yang tak bisa saya lupakan detilnya. Karena begitu sentimentil dan seperti roller coaster.

Terasa jatuh begitu dalam, lalu dengan segera mengetahui kenyataan bahwa sebenarnya itu adalah salah satu anugerah terindah dari Allah untuk saya dan untuk orang tua saya. Mungkin itu adalah peringatan awal dari Allah, bahwa saya harus menghargai tahapan itu dengan nilai yang besar.

Saya beruntung, ternyata takdir membawa saya bisa lulus tes UMPTN pada tahun 2000 tersebut. Saya berhasil lulus untuk pilihan pertama, yaitu di Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sriwijaya, yang letaknya juga tidak jauh dari Kota Prabumulih.

Itu terasa seperti luar biasa bagi saya, karena saya belajar seadanya, tidak ada persiapan khusus dan ada drama yang membuat saya merasa kelulusan tersebut merupakan salah satu anugerah terbesar dalam hidup saya.

Kegiatan Kuliah dan Organisasi Kampus

Selama kuliah, saya berusaha untuk aktif dalam berbagai organisasi mahasiswa, untuk mengobati semua kelalaian saya dalam mengisi waktu luang di masa SMP dan SMA. Karena di sekolah, saya tidak pernah mengikut kegiatan ekstra kulikuler apapun.

Beberapa organisasi yang pernah saya ikuti antaran lain:

  • Ikatan Mahasiswa Teknik Kimia (IMATEK), bidang pendidikan dan latihan, namun saya hanya masuk dalam list nama kepengurusan, saya tidak begitu aktif.
  • Keluarga Mahasiswa Islam (KALAM) Fakultas Teknik, sebagai kepala Seksi Sarana, alias jadi pengurus sarana musholla.
  • Lembaga Perwakilan Mahasiswa Teknik, organisasi legislatif sebagai tandem bagi BEM Fakultas Teknik.
  • Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNSRI, bidang pencari dana untuk kegiatan mahasiswa, tapi sama dengan di IMATEK, saya tidak begitu aktif di BEM, hanya mengikuti beberapa kepanitiaan kemudian menghilang karena sibuk di organisasi lain.
  • LSM – RUIS Club, organisasi pembina Rohis sekolah-sekolah di kabupaten OI dan OKI, Sumsel, di bidang Pengembangan dan Pelatihan.
  • Corp Asisten Laboratorium Kimia Fisika, di Laboratorium Dasar Bersama UNSRI.
  • Ikatan Remaja Masjid di komplek tempat saya ngekost.
  • Guru TPA di masjid komplek tersebut juga.

Walau badan kurus ceking, dan sering makan hanya nasi dan kecap plus kerupuk, saya dulu merasa seperti tak kehabisan energi untuk sibuk ini dan itu bersama teman-teman di organisasi mahasiswa.

Saat Aktif di Kegiatan Remaja Masjid di Komplek Serumpun Indah, Inderalaya
Saat Aktif di Kegiatan Remaja Masjid di Komplek Serumpun Indah, Inderalaya

Saya lebih tahan bercapek-capek di kegiatan organisasi ketimbang harus melototin buku-buku kuliah yang tebal dan penuh rumus rumit.

Selama mengikuti berbagai kegiatan di beberapa organisasi tersebut, saya sangat menikmati saat melakukan berbagai bakti sosial di masyarakat hingga ke pelosok kabupaten OI dan OKI. Karena itu mengingatkan saya pada masa kecil yang bisa dibilang banyak menghabiskan waktu di pedalaman.

Selain aktif di beberapa organisasi mahasiswa, saya juga diajak teman untuk mencari tambahan uang sekedarnya dengan menjadi pengajar di lembaga kursus MIPA untuk anak-anak SMA, saya mengajar mata pelajaran Matematika, Fisika dan Kimia tentunya.

Pernah juga menjadi guru honor di SMA Negeri 2 Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir, yang saat itu SMA tersebut baru berjalan 2 tahun sehingga baru ada anak-anak kelas 1 dan kelas 2.

Saya mengajar mata pelajaran Biologi untuk kelas 1 SMA, walau awalnya saya melamar untuk pelajaran Kimia. Dari pengalaman menjadi guru honor dengan gaji Rp 90.000 per bulan dan dibayar per 3 bulan, saya jadi tahu bahwa saya bukanlah orang yang sabar untuk menjadi guru. Lalu saya mengundurkan diri pada semester selanjutnya.

Untuk prestasi nilai kuliah, saya hanya bisa mendapat nilai pas-pasan, asal tidak mengecewakan orang tua, target saya mendapat IPK di atas 3.00 tercapai, minimal tidak malu-maluin saat melamar kerja.

Setelah lulus kuliah, Welcome to the real life!

Singkat cerita, saya berhasil lulus jadi Sarjana Teknik pada tahun 2005, pas 5 tahun ‘month to month‘ sejak mendaftar jadi mahasiswa UNSRI.

Jika saat jadi mahasiswa dan mengisi berbagai kegiatan mahasiswa, semisal saat membimbing anak-anak rohis sekolah, saya mungkin ada merasa menjadi mahasiswa senior dan merasa lebih tua dari mahasiswa lain atau bahkan anak-anak rohis SMA.

Namun setelah lulus kuliah dan menghadapi tantangan bahwa saya harus bekerja, berpenghasilan dan membuktikan bahwa saya bisa diandalkan, saya kembali serasa menciut seperti saat lulus SMA dulu.

I could do nothing! di bidang Teknik Kimia, saya cuma tahu kulit-kulitnya. Tapi yang penting tulis CV yang bagus dengan sederet pengalaman organisasi, dan IPK di atas 3,00 dari Universitas Negeri jadi andalan satu-satunya.

Lalu puluhan surat lamaran saya kirimkan ke perusahaan-perusahaan di Jakarta, berbekal pengumuman lowongan kerja di koran KOMPAS.

Setelah ada satu perusahaan yang mengaku bergerak dibidang migas dan berkantor di gedung Patrajasa, Jakarta Pusat, memanggil saya untuk interview. Berbekal nekat, saya ke Jakarta untuk memenuhi panggilan tersebut sekalian memulai perjuangan mencari kerja di ibukota, jika ternyata tidak diterima di perusahaan tersebut.

Saat memasuki ruang tunggu di gedung Patrajasa tersebut, saya bertemu dengan banyak kandidat yang juga dipanggil. Mereka terlihat keren-keren, rapi, klimis, wangi dan badan mereka berisi, sedangkan saya masih saja kumuh, kurus ceking dan berpakaian serba gombyar lagi jadul.

Saat sesi yang dibilang interview, semua kandidat disuruh masuk ke sebuah ruangan presentasi. Lalu yang presentasi adalah seorang wanita cantik bernama Ibu Dinar, dia langsing berisi, rambut panjang lurus terurai, wajah putih mulus tak bernoda, seperti artis atau boneka yang tak pernah saya lihat kecantikan demikian di dunia nyata sebelumnya.

Saya berfikir, seperti inikah orang-orang yang bekerja disini, sedemikian sukses dan berduit mereka hingga bisa merawat tubuh sebegitu bagus. Saya jadi sangat minder, serasa jadi tikus curut yang berada diantara kucing anggora peliharaan menir belanda.

Dalam benak saya, itu adalah perusahaan migas, tentu gaji bekerja disana akan sangat besar. Apalagi Ibu Dinar yang cantik jelita itu menjelaskan sekaya apa orang-orang yang bekerja di perusahaan itu. Semisal bisa membeli mobil Mercy atau BMW, berpenghasilan dari puluhan hingga ratusan juta per bulan.

Namun alangkah kagetnya saya setelah tahu kenyataan, bahwa perusahaan tersebut adalah Perusahaan jual-beli Valuta Asing atau sering disebut VALAS. Itu terasa seperti prank yang berisi ZONK besar.

Bussseeeeeetttt… saya merasa dikerjain habis-habisan, jauh-jauh ke Jakarta hanya untuk mendapat presentasi tentang valas, padahal awalnya mereka mengaku perusahaan migas saat menelpon saya untuk dipanggil interview.

Tapi saya ikuti saja presentasi tersebut, yang pada ujungnya semua orang di ruangan tersebut dinyatakan diterima bekerja di perusahaan tersebut, asal bisa mendapat nasabah yang mau pasang uangnya minimal $ 10.000 atau sekitar Rp 80 jutaan saat itu.

Kekesalan itu tak membuat saya merasa begitu sedih, karena minimal saya sudah berada di ibu kota, bisa memulai perjuangan mencari kerja. Saya numpang hidup selama kurang lebih sebulan di rumah Paman saya di Cibitung, sambil terus mengirim lamaran kerja.

Kejadian dipanggil perusahaan permainan keuangan terulang juga, saya dipanggil oleh perusahaan jual-beli saham di gedung Menara Sudirman. Juga ada beberapa interview dari perusahaan, namun saya tak kunjung diterima bekerja.

Paman (sepupu Bapak) saya menanyakan pada salah seorang Sales Engineer yang menyuplai bahan kimia di pabrik kertas tempat dia bekerja, apakah ada lowongan pekerjaan di perusahaannya. Kebetulan sedang ada lowongan untuk Sales Engineer, lalu saya diminta mengirim lamaran ke perusahaan tersebut.

Sekitar sebulan di rumah paman, saya mulai merasa bosan, tidak nyaman karena hanya menumpang tak berkontribusi apa-apa. Seorang kakak tingkat yang dulunya adalah Ketua Organisasi Rohis kampus mengajak saya untuk ngekos di Jakarta Timur, tepatnya di dekat Universitas Jakarta (UNJ) karena harga kost-kostan disana cukup murah.

Saya mengikuti sarannya dan tinggal berdua di kamar kost yang sempit dan pengap. Sementara untuk hidup, saya masih dikirimi uang oleh Bapak dari kampung.

Jadi Tentor Primagama di Kampung Rambutan

Seorang teman menawari saya untuk sementara menjadi pengajar di Primagama Kampung Rambutan, menggantikan posisi calon istrinya yang akan pulang kampung karena diterima jadi PNS.

Selama satu setengah bulan saya menjadi pengajar siswa SMP di Primagama untuk mata pelajaran beragam, dari Mate-matika, Fisika, Bahasa Inggris dan Kimia, karena saya sering dijadikan pengajar pengganti saat ada pengajar lain yang tidak bisa hadir.

Karir Pertama

Selama mengajar di Primagama, saya ditelpon oleh Office Manager perusahaan supplier bahan kimia yang saya lamar. Lalu saya mengikuti proses rekrutment-nya.

Saya dipanggil untuk interview dengan Direktur yang akan jadi User saya dan Direktur HR. Kemudian saya diminta untuk mengikuti psikotest di sebuah lembaga psikotest.

Setelah proses tersebut tidak ada kabar apapun, hingga saya menelpon kembali kantor tersebut untuk menanyakan hasil interview saya. Sang Office Manager meminta waktu untuk menanyakan pada beberapa Direkturnya. Beberapa hari kemudian saya dipanggil untuk interview kedua.

Saya diajak ngobrol oleh Direktur yang akan menjadi user saya, yaitu Pak Achmad Nugroho. Orangnya lucu, suka guyon dan sangat ngemong. Dia bilang sebenarnya saya tidak lulus psikotest, karena jika nilai yang dibutuhkan 80, nilai saya cuma 75, kurang sedikit.

Untuk itu, dia mengatakan bahwa dia bisa pertimbangkan untuk menerima saya bekerja dengannya, tapi bukan di posisi yang dilamar, yaitu Sales Engineer. Tapi di posisi Teknisi yang biasanya diisi oleh lulusan D3, bukan S1.

Tanpa fikir panjang, saya langsung mengiyakan. Karena sebenarnya saya berfikir asal mendapat pekerjaan itu sudah lebih dari cukup, walau gaji kecil, yang penting saya tidak lagi harus minta kiriman uang dari kampung.

Alasan boss saya itu untuk mempertimbangkan adalah karena saya menuliskan pada CV, bahwa saya banyak aktif di organisasi. Selain itu, hasil psikotest menyebutkan saya berpotensi bisa bekerja di posisi yang dilamar, namun belum sepenuhnya siap untuk terjun langsung, diperlukan proses training yang lama.

Alasan ketiga adalah karena saya adalah orang dari pelosok yang terlihat antusias mengembangkan potensi diri dan mau merantau. Ada unsur niat beramal baik dari Boss saya itu, untuk membantu kehidupan saya.

Ini adalah pekerjaan pertama saya, yaitu di bidang penjualan bahan kimia khusus untuk industri. Bahan kimia yang dijual perusahaan tersebut adalah untuk pengolahan air industri semisal air boiler, air limbah dan pengolahan air di pengeboran minyak.

Teman-teman di PT CAA - Saat Annual Meeting di Lembang, Bandung - 2007
Teman-teman di PT CAA – Saat Annual Meeting di Lembang, Bandung – 2007

Total setahun 3 bulan saya bekerja di perusahaan yang bernama PT Crystal Anugerah Abadi (CAA) tersebut. Banyak kenangan awal memasuki dunia kerja yang membongkar keluguan saya.

My boss saw lots of my potencies.. tapi saya tetap merasa imperior, karena mungkin terlanjut terbentuk pola fikir bahwa saya hanyalah orang kampung yang lusuh, lugu dan bernyali kecil.

Selama bekerja, saya cukup tersiksa karena sebenarnya saya merasa tidak berbakat dalam dunia marketing, yang harus melobi para pembesar BUMN atau perusahaan swasta besar. Itu sepertinya benar-benar bukan dunia saya.

Semisal harus main golf dengan big boss BUMN, mengajak lunch dan dinner para pembesar dan pejabat sembari melobi mereka. Boss saya beberapa kali mengajak saya dalam aktifitas demikian, dan saya merasa itu perkara sulit bagi saya.

Saya tetap melamar untuk pekerjaan-pekerjaan yang lebih teknis, semisal bekerja di pabrik kimia, BUMN, perusahaan migas atau bahkan PNS di lembaga negara. Namun tak kunjung diterima.

Sekitar bulan Maret 2007, saya dipromosikan untuk naik dari Teknisi menjadi Sales Engineer. Saya diberi fasilitas mobil kantor, dan budget operasional lebih besar dan tentunya gaji yang dinaikkan.

Namun saya mulai diberi angka target penjualan yang menurut saya cukup menakutkan. I doubt myself to be able to achieve it.

Tugas terakhir yang saya laksanakan di PT CAA adalah melakukan Business Trip ke Kalimantan, untuk melakukan presentasi di beberapa anak perusahaan PT Pupuk Kaltim.

Presentasi saya dalam bahasa Inggris mendapat complement atau pujian dari Mr. Ellath Pramodh, principle yang ikut business trip tersebut, yaitu dari Thermax India.

Sekembali ke Jakarta pada Sabtu, saya langsung menyiapkan surat pengunduran diri sebanyak 3 copy, lalu saya letakkan sendiri di meja para direktur pada senin pagi, yaitu President Director, HR Director dan Atasan saya sendiri.

Atasan saya kaget, dan menyatakan berduka untuk saya. Karena Beliau merasa telah membina saya setahun lebih dan baru akan mulai mempekerjakan saya secara professional, sedangkan sebelumnya saya dianggapnya seperti sekolah dan berguru pada Beliau.

Saya mengungkapkan semua apa yang saya rasakan, bahwa sebenarnya saya merasa tidak berbakat untuk bidang sales dan marketing.

Bagaimana saya akan sukses di bidang tersebut jika saya tidak bisa melakukannya dengan passion yang tinggi dan merasa riang gembira dalam menjalaninya.

Presiden direktur, yaitu Pak Sofjan Arsjad, juga mencoba membujuk saya untuk bertahan. Namun saya ungkapkan hal yang sama pada Beliau. Bahwa saya merasa tidak bisa melanjutkan karir di dunia sales dan marketing.

Perusahaan Kedua

Perjuangan saya mencari pekerjaan di bidang yang lebih teknis di industri kimia membuahkan hasil pada sekitar bulan Mei 2007.

Saya diterima di sebuah perusahaan besar dari Grup Raja Garuda Emas (RGE) milik konglomerat Sukanto Tanoto, yaitu PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di bawah Grup Bisnis APRIL ASIA, sebagai Graduate Trainee (GT) atau di perusahaan lain sering disebut Management Trainee (MT).

PT RAPP – Pangkalan Kerinci, Riau

Selama 11 bulan saya mengikuti program semacam kuliah kerja lapangan bersama teman-teman seangkatan di GT Batch ke-8. Lalu saya diposisikan di Chemical Plant Department sebagai Jr. Process Engineer.

Kurang lebih 9 bulan saya menjalani pekerjaan sebagai operator produksi dengan jadwal shift. Itu adalah pola bekerja yang melelahkan secara fisik, namun terasa kurang menggunakan kecerdasan otak jika dilakukan dalam waktu yang lama. Karena pekerjaannya itu-itu saja, sehingga lama-kelamaan menjadi seperti rutinitas.

Total sekitar 4 tahun 3 bulan saya bekerja di PT RAPP, dengan posisi terakhir sebagai Jr. Process Engineer. Mendapat promosi naik level sekali pada tahun 2010. Saya menikah saat bekerja di perusahaan ini hingga lahir anak pertama.

Perusahaan Ketiga

Saat anak saya berumur sekitar 6 bulan, saya mendapat tawaran dan informasi dari salah seorang teman bahwa di perusahaan tetangga, yaitu PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) dari grup Asia Pulp and Paper (APP) yang merupakan salah satu business unit dari raksasa industri kertas SinarMas, sedang membuka lowongan untuk posisi Internal Auditor.

Saya mengambil kesempatan itu, lalu singkat cerita diterimalah saya menjadi Internal Auditor di APP dan berkantor di Wisma Indah Kiat di Serpong, Tangerang, Provinsi Banten.

Menjadi Auditor seperti hidup nomaden, kemana-mana membawa koper alias jadi musafir. Awalnya saya menikmati pekerjaan tersebut karena bersifat tidak membosankan, menghadapi berbagai topik pekerjaan yang berbeda-beda, menantang dan mengasah logika.

Rekan-rekan kerja di bidang ini juga merupakan lulusan-lulusan dari Universitas mentereng, semisal ITB, UI, UPH hingga lulusan luar negeri. Belajar dari mereka mengenai kecepatan, keakuratan, logika untuk menemukan masalah dan solusinya secara presisi merupakan hal luar biasa.

Rekan-rekan Internal Auditors di APP-SinarMas
Rekan-rekan Internal Auditors di APP-SinarMas

Total waktu yang saya habiskan bekerja disini adalah 1 tahun 7 bulan. Selama itu hanya sekitar 3 bulan saya dekat dengan keluarga, selebihnya saya seperti seorang pengembara yang bekerja tak kenal waktu pulang.

Kondisi tersebut membuat saya gelisah, karena saya seorang family-man yang ingin selalu dekat dengan keluarga. Saya kembali mencari-cari lowongan pekerjaan yang memungkinkan saya menetap di suatu daerah semisal di Riau dulu.

Mantan Big Boss di perusahaan pertama saya bekerja sempat mengajak saya untuk kembali join dengan perusahaannya. Saat itu untuk membantunya di proyek pengolahan limbah dari pengecatan kendaraan di Pabrik General Motor (GM) Indonesia, yang memproduksi mobil MPV bernama Chevrolet Spin.

Namun saat itu, saya baru bisa join jika perusahaan mantan boss saya itu memenangkan tender untuk menjadi vendor di pabrik tersebut. Namun ternyata tender itu tidak dimenangkan, bahkan akhirnya pabrik tersebut tutup dan GM hengkang dari Indonesia.

Perusahaan Keempat

Saat merasa desperado karena jauh dari keluarga, rupanya Allah menjawab doa-doa saya. Saya meminta secara spesifik dalam doa, agar diberi pekerjaan yang dekat dengan kampung halaman saya, agar bisa mengunjungi orang tua kapan saja, dan juga dekat dengan orang-orang yang taat beribadah dan beragama dengan baik.

Doa itu dijawab dengan email dari seorang Manager Internal Audit dari PT Tanjungenim Lestari Pulp and Paper (TEL), sebuah perusahaan pabrik bubur kertas yang berada di kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, sekitar 35 kilometer dari kampung halaman saya, Prabumulih.

PT TEL ini adalah salah satu unit bisnis kecil dari korporasi raksasa Jepang, yaitu Marubeni Group. Telah dibangun saat saya masih sekolah di SMA, yaitu mulai tahun 1997 dan mulai berproduksi di tahun 1999 atau 2000. Ini adalah salah satu tempat bekerja idaman orang-orang di Prabumulih saat saya SMA.

Pabrik Bubur Kertas PT TELPP di Sumatera Selatan

Saat kuliah di Teknik Kimia UNSRI, saya juga mengambil mata kuliah Kerja Praktek dengan magang di PT TEL ini kurang lebih sebulan di tahun 2004, yaitu di Chemical Plant Department, sehingga saya sudah mengenal beberapa orang di perusahaan ini.

Dalam email tersebut, sang Manager menawari saya untuk join di PT TEL, jika berminat ada lowongan untuk posisi Internal Auditor. Secepat kilat saya menjawab email tersebut, untuk menyatakan bahwa saya sangat berminat, dan saya beritahu Beliau bahwa saya adalah asli orang Prabumulih.

Saya kemudian di interview oleh Manager Internal Audit dan Direktur HR & GA yang saat itu dijabat oleh mantan direktur utama PT RAPP. Sehingga interview itu lebih banyak seperti nolstagia di RAPP karena lebih banyak menceritakan pengalaman di perusahaan yang sama.

Lunch bersama Pak Rudi Fajar, saat itu Direktur HR&GA dan Pak Kus, IAD Manager
Lunch bersama Pak Rudi Fajar, saat itu Direktur HR&GA dan Pak Kus, IAD Manager – 2015

Hingga artikel ini saya tulis, saya masih bekerja di PT TEL, namun telah berpindah dari Internal Audit ke Divisi Material Management, yang atasan saya membawahi 3 Department sekaligus di Divisi ini.

Selengkapnya mengenai detail karir pekerjaan saya, bisa dibaca pada CV online di situs Linkedin.com.

Internal Auditors at PT TELPP
Internal Auditors at PT TELPP – 2016

Itulah sekelumit kisah hidup saya yang sederhana, hingga artikel ini saya tulis. Mungkin ini adalah perjalanan hidup yang biasa-biasa saja bagi kebanyakan orang. Namun bagi saya, itu adalah suatu pencapaian yang luar biasa.

Karena saya lahir dari keluarga sederhana, kehidupan masa kecil yang berkekurangan ekonomi, juga keterbatasan literasi untuk bermimpi dan berfikir besar.

Saya merasa Allah begitu baik pada saya, bocah pedalaman yang lusuh, dekil, kurus kering dan lugu, namun dianugerahi kehidupan yang mengalir mudah.

Semua jalan, Allah mudahkan dan mendapat banyak pertolongan dalam tiap hal kecil hingga besar dalam kehidupan. Semisal pekerjaan, karir, jodoh dan proses pernikahan, dan dipertemukan dengan banyak orang-orang hebat.

Tulisan ini mungkin adalah hal biasa, namun bagi saya menjadi pengingat untuk lebih menghargai setiap tahap kehidupan, menghargai orang-orang yang berjasa dalam hidup saya dan lebih banyak bersyukur ketimbang mengeluh.

Melalui blog ini, saya juga ingin mengingat momen-momen dan nasihat penting bagi kehidupan dengan cara menuliskannya. Mungkin akan berguna bagi orang-orang yang tertarik membacanya.

Terimakasih jika Sobat telah membaca kisah hidup saya yang sederhana, hingga kalimat terakhit ini. Salam sukses dan jangan lupa bahagia!